Generasi bangsa Indonesia tercinta secara tidak langsung "dijajah" oleh
orang-orang asing dalam bentuk penjajahan baru dan yang dimaksudkan
dengan bentuk penjajahan baru adalah game. Banyak anak muda yang rela
berjam-jam di tempat persewaan PS hanya untuk mengutak-atik "benda
ajaib" demi kepuasan pribadi atau kelompok. Bahkan, ada yang sebagian
menyewa PS untuk dibawa di rumah atau kos-kosan sehingga bisa bermain
sampai seharian penuh dan ada juga yang samapi dengan dua sampai tiga
hari. anak muda ini berhenti hanya di saat mau makan dan mandi saja.
Para penggemar PS beranjak dari hadapan monitor kalau mau ke toilet.
Orang Jepang atau negara manapun yang menciptakan permainan-permainan
seperti itu sangat tahu kalau orang indonesia sangat suka dan mudah
"dibodohi" sehingga mereka akan memodifikasi atau mempercanggih
permainan itu (sebagai misal, ada PS 1, PS 2, PS 3 dst.) sehingga
membunuh kreatifitas generasi muda bangsa.
Mengapa saya katakan membunuh kreatifitas generasi muda bangsa?
Waktu yang dihabiskan bukannya untuk aktifitas yang lebih produktif tapi malah wasting time. Hal ini bukan berarti saya anti game. Kalau main game di saat senggang itu mungkin dan boleh-boleh saja, tapi kalau hampir tiap hari rasanya sudah kurang bagus. Dengan adanya PS ataupun bentuk-bentuk game lainnya membuat hubungan sosial jadi renggang. Generasi muda bangsa menjadi orang yang hanya senang bermain di kamarnya sendiri. Tidak pernah ada komunikasi dengan masyarakat atau teman di sekitarnya. Anehnya yang justru sering melakukan itu adalah para mahasiswa yang notabenenya adalah orang-orang yang dianggap cerdas untuk menyaring pengaruh-pengaruh dari luar. Maka omong kosong kalau orang Indonesia itu suka gotong royong dan kerja sama. Itu hanya omong kosong belaka. Kalau di jaman Soekarno itu mungkin. sekarang saya rasa tidak ada lagi. Kedengaran terlalu idealis, tapi coba dipikirkan saja.. Kalau belajar teknologi otomotif ataupun penerbangan yang dikembangkan Jepang dan Jerman itu lebih penting ketimbang hanya menjadi konsumen produk luar negeri. Tapi semuanya kembali kepada pilihan masing-masing pribadi. Tak ada yang memaksa.
Mengapa saya katakan membunuh kreatifitas generasi muda bangsa?
Waktu yang dihabiskan bukannya untuk aktifitas yang lebih produktif tapi malah wasting time. Hal ini bukan berarti saya anti game. Kalau main game di saat senggang itu mungkin dan boleh-boleh saja, tapi kalau hampir tiap hari rasanya sudah kurang bagus. Dengan adanya PS ataupun bentuk-bentuk game lainnya membuat hubungan sosial jadi renggang. Generasi muda bangsa menjadi orang yang hanya senang bermain di kamarnya sendiri. Tidak pernah ada komunikasi dengan masyarakat atau teman di sekitarnya. Anehnya yang justru sering melakukan itu adalah para mahasiswa yang notabenenya adalah orang-orang yang dianggap cerdas untuk menyaring pengaruh-pengaruh dari luar. Maka omong kosong kalau orang Indonesia itu suka gotong royong dan kerja sama. Itu hanya omong kosong belaka. Kalau di jaman Soekarno itu mungkin. sekarang saya rasa tidak ada lagi. Kedengaran terlalu idealis, tapi coba dipikirkan saja.. Kalau belajar teknologi otomotif ataupun penerbangan yang dikembangkan Jepang dan Jerman itu lebih penting ketimbang hanya menjadi konsumen produk luar negeri. Tapi semuanya kembali kepada pilihan masing-masing pribadi. Tak ada yang memaksa.
0 komentar
Posting Komentar
Komentar Anda Mendukung Perkembangan Blog Ini