Orang beriman
bersyukur kepada Allah di saat dia memikirkan penciptaan orang tuanya
yang telah menghabiskan begitu banyak waktu dan jerih payah untuk
menjaganya selama bertahun-tahun semenjak dia pertama kali membuka
matanya di dunia ini. Orang yang hidup sesuai dengan ajaran Al Qur'an
akan senantiasa berusaha untuk menyadari bahwa Allah menciptakan orang
tuanya dan memberikan mereka kasih sayang dan belas kasih-Nya dan
menganugerahi mereka dengan cinta kepada anak mereka. Allah menciptakan
ikatan kasih sayang antara orang tua dan anak yang mereka besarkan dari
masa kecil, dari tanpa daya sampai mereka mandiri di saat dewasa. Dalam
ikatan kasih sayang ini, orang tua tak pernah lelah dalam kebahagiaan
merawat anak mereka dan melihat mereka tumbuh dewasa. Allah menekankan
pentingnya keluarga dalam kehidupan manusia:
However much the blessings in the afterlife resemble those in the world, they are superior to earthly blessings in their reality and in being eternal. Allah has created a perfect Garden endowed with numerous blessings. A person with the values taught by the Qur'an will ponder the creation and excellence of the Garden in everything he sees. When he looks at the sky, he will think of "a Garden as wide as the heavens and the earth" (Surah Al 'Imran: 133); when he sees beautiful houses, he will think of "lofty chambers in the Garden, with rivers flowing under them", (Surat al-'Ankabut: 58); when he sees dazzling jewels, he will think of the adornments of Garden "gold bracelets and pearls" (Surah Fatir: 33); when he sees stylish and attractive clothing, he will think of the clothing of the Garden made of "the finest silk and rich brocade" (Surat al-Kahf: 31); when he tastes delicious food and drink, he will think of the "rivers of water which will never spoil and rivers of milk whose taste will never change and rivers of wine, delightful to all who drink it, and rivers of honey of undiluted purity" (Surah Muhammad: 15) in the Garden; when he sees attractive gardens, he will think of the Garden "of deep viridian green" (Surat ar-Rahman: 64); when he sees attractive furniture, he will think of the "sumptuous woven couches" (Surat al-Waqi'a:15) in the Garden.
Dan Kami
perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya;
ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah,
dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua
ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. (QS Luqman, 31:14)
Katakanlah, "Mari
kubacakan apa yang diharamkan atasmu oleh Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu
mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua
orang ibu bapa. (QS Al An’am, 6:151)
Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua ibu bapaknya, (QS Al Ahqaf, 46:15)
Jadi, berdasarkan
ayat-ayat tersebut, orang beriman akan menunjukkan perhatian kepada
orang tuanya dan memperlakukan mereka dengan rasa hormat, menanamkan
kasih sayang bagi mereka, memperlakukan mereka dengan baik, dan berusaha
menyenangkan hati mereka dengan ucapan yang baik dan bijaksana. Sekali
lagi dalam Al Qur'an, Allah menunjukkan kepada kita bagaimana caranya
bersikap peka terhadap orang tua kita:
Dan Tuhanmu telah
memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu
berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang
di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada
keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka, dan
ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. (QS Al Israa’, 17:23)
Di
dalam ayat ini, Allah menunjukkan kepada kita ukuran belas kasihan yang
harus ditunjukkan kepada orang tua. Dengan kata-kata “janganlah kamu
mengatakan kepada keduanya perkataan “ah”, Allah telah melarang orang
beriman dari melakukan perbuatan tidak hormat yang paling kecil
sekalipun, atau mengabaikan mereka. Untuk itu, orang beriman senantiasa
berbuat dengan penuh perhatian terhadap orang tua mereka dan dengan rasa
hormat dan tenggang rasa yang sangat besar.
Mereka akan melakukan
apa saja yang mungkin untuk membuat orang tua mereka nyaman dan tidak
akan berusaha mengurangi rasa hormat dan perhatian. Mereka akan terus
ingat akan kesulitan dan kegelisahan di hari tua dan akan melakukan
setiap usaha untuk memberikan semua kebutuhan mereka, bahkan sebelum
mereka mengutarakannya dengan pengertian yang penuh kasih sayang. Mereka
akan melakukan apa saja yang mereka mampu untuk memastikan bahwa orang
tua mereka merasa nyaman dan tidak kekurangan, baik secara rohani maupun
jasmani. Dan, tidak peduli apa pun yang terjadi, mereka tidak akan
berhenti memperlakukan mereka dengan rasa hormat yang mendalam.
Ada keadaan lain yang
mungkin dihadapi oleh orang beriman dalam hubungan mereka dengan orang
tua. Orang yang beriman mungkin memiliki orang tua yang memilih jalan
kafir. Dalam kasus seperti perbedaan iman, orang beriman akan mengajak
mereka dengan sikap yang sama sopan dan hormatnya untuk mengikuti jalan
yang benar. Perkataan Ibrahim AS kepada ayahnya yang menyembah berhala,
menunjukkan kepada kita pendekatan seperti apa yang harus kita tempuh
dalam keadaan semacam itu:
Wahai Bapakku,
sesungguhnya telah datang kepadaku sebagian ilmu pengetahuan yang tidak
datang kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan
kepadamu jalan yang lurus. Wahai bapakku, janganlah kamu menyembah
setan. Sesungguhnya setan itu durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah.
(QS Maryam, 19:43-44)
Kembali, ketika
sebagian orang melihat orang tua mereka semakin menua dan kehilangan
kekuatan, mereka berpaling di saat orang tuanya membutuhkan pertolongan
dan perhatian. Tidak sulit melihat tersebar luasnya sikap semacam itu
saat ini. Kita seringkali bertemu orang tua, yang berada dalam keadaan
yang sangat buruk secara jasmani dan rohani, ditinggalkan berdiam di
rumah mereka sendirian. Bila kita memikirkan keadaan ini kita akan
melihat bahwa akar dari persoalan ini terdapat pada tidak dijalaninya
hidup sesuai ajaran Al Qur'an.
Seseorang yang
menerima Al Qur'an sebagai tuntunannya, bertindak terhadap orang tuanya,
anggota keluarganya yang lain, dan setiap orang yang ada di sekitarnya
dengan kasih sayang dan belas kasih. Dia akan mengajak kerabat, teman,
dan kenalannya yang lain untuk hidup sesuai dengan ajaran Al Qur'an,
karena Allah memerintahkan orang beriman untuk mulai mendakwahkan Islam
kepada orang yang dekat dengan mereka.
Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat. (QS As Syu’ara’, 26:214)
Selalu ada kebahagiaan
dan keceriaan di dalam sebuah keluarga yang hidup sesuai dengan ajaran
Al Qur'an, sebagaimana diwujudkan di dalam Sunnah Rasulullah SAW.
Keadaan seperti teriakan, percekcokan, dan sikap tidak hormat yang kita
lihat dalam keluarga yang terpecah saat ini tidak mungkin pernah terjadi
dalam masyarakat orang-orang beriman. Dalam masyarakat seperti itu,
setiap orang merasa sangat bahagia bersama keluarganya. Anak
memperlakukan orang tua mereka dengan hormat dan mencintai mereka
sepenuh hati. Keluarga memandang anak sebagai amanat dari Allah dan
menjaga mereka. Ketika kita mengucapkan kata “keluarga”, kehangatan,
cinta, rasa aman, dan saling menolong muncul dalam benak kita. Namun
adalah bermanfaat untuk kembali menyorot, bahwa keadaan yang istimewa
ini hanya dapat diraih melalui menjalani hidup dengan penuh iman dan
sepenuhnya dalam Islam serta melalui takut dan cinta kepada Allah.
Sikap terhadap Nikmat
Orang
beriman yang mengesampingkan pandangan kebiasaan mereka dan mengamati
lingkungan mereka akan mengerti bahwa, semua yang dia lihat adalah
nikmat dari Allah. Mereka akan mengerti bahwa semuanya—mata, telinga,
tubuh, semua makanan yang mereka makan, udara bersih yang mereka hirup,
rumah, benda dan harta, apa yang mereka miliki dan bahkan makhluk hidup
renik dan bintang-bintang—dijadikan untuk kepentingan mereka. Dan semua
nikmat ini terlalu banyak jumlahnya untuk dihitung. Sebagaimana firman
Allah dalam ayat berikut, bahkan tidak mungkin untuk mengelompokkan dan
menghitung semua nikmat ini:
Dan jika kamu
menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan
jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. (QS An Nahl, 16:18)
Orang beriman
diperkenankan menggunakan semua nikmat yang diberikan kepadanya di dunia
ini, namun dia tidak akan tertipu oleh itu semua sehingga lupa dan
hidup tanpa memikirkan Allah, kehidupan setelah mati, atau ajaran Al
Qur'an. Tidak peduli berapa pun banyaknya harta yang dia miliki,
kekayaan, uang atau kekuasaan dan sebagainya, itu semua tidak akan
meyebabkannya menjadi terperosok atau sombong. Singkatnya, itu semua
tidak akan menjerumuskannya untuk meninggalkan ajaran Al Qur'an. Dia
sadar bahwa semua ini adalah nikmat dari Allah dan jika Dia menghendaki,
Dia dapat mengambilnya kembali. Dia selalu sadar bahwa nikmat di dunia
ini hanya sementara dan terbatas. Semuanya adalah ujian untuknya, dan
semua itu hanyalah bayangan dari nikmat yang sesungguhnya di dalam
Surga.
Bagi
seseorang yang hidup sesuai dengan ajaran Al Qur'an, nikmat di dunia
ini seperti harta benda, hak milik, dan jabatan hanyalah sarana untuk
mendekatkan diri dan bersyukur kepada Allah. Oleh karena itu, tidaklah
pernah menjadi tujuannya untuk memiliki nikmat di dunia ini, yang dia
tahu hanya akan dia nikmati untuk waktu yang sesaat. Misalnya, salah
satu nikmat paling tahan lama yang dapat digunakan manusia sepanjang
hidupnya adalah rumah. Namun rumah hanya bermanfaat bagi seseorang untuk
waktu dua puluh tahun atau paling lama sepanjang hidupnya. Ketika
hidupnya di dunia berakhir, dia akan pergi jauh meninggalkan rumah yang
dicintainya, dihargainya, dan telah dimilikinya dengan bekerja sangat
keras sepanjang hidupnya. Tidak ada keraguan bahwa kematian menandai
perpisahan mutlak antara seseorang dengan nikmat dunianya.
Orang beriman tahu
bahwa Allah adalah pemilik sesungguhnya dari nikmat yang diberikan
kepadanya dan semua itu berasal hanya dari-Nya. Orang beriman melakukan
semua yang bisa dilakukannya untuk berterima kasih kepada Allah Yang
telah menciptakan nikmat ini dan untuk menunjukkan penghargaan dan
syukurnya. Sebagai balasan dari nikmat yang tak terhitung jumlahnya dari
Allah, dia akan senantiasa melakukan setiap usaha untuk bersyukur
melalui apa yang dia ucapkan dan kerjakan, untuk memikirkan nikmat Allah
dan mengingat semuanya dan untuk berdakwah tentang hal itu kepada orang
lain. Berikut ini adalah beberapa ayat yang berkaitan dengan hal itu:
Dan kelak Tuhanmu
pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, lalu (hati) kamu menjadi puas.
Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu ?
Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan
petunjuk. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia
memberikan kecukupan. Sebab itu, terhadap anak yatim janganlah kamu
berlaku sewenang-wenang. Dan terhadap orang yang minta-minta, janganlah
kamu menghardiknya. Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu
siarkan. (QS Ad Duha, 93:5-11)
Apakah kamu (tidak
percaya) dan heran bahwa datang kepadamu peringatan dari Tuhanmu yang
dibawa oleh seorang laki-laki di antaramu untuk memberi peringatan
kepadamu? Dan ingatlah olehmu sekalian di waktu Allah menjadikanmu
sebagai pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah lenyapnya kaum Nuh,
dan Tuhan telah melebihkan kekuatan tubuh dan perawakanmu (daripada kaum
Nuh itu). Maka ingatlah nikmat-nikmat Allah supaya kamu mendapat
keberuntungan. (QS Al A’raf, 7:69)
Sebagian
orang, sebelum bersyukur menunggu dulu turnunya nikmat tertentu atau
selesainya masalah besar. Padahal, jika mereka berpikir barang sejenak,
mereka akan melihat bahwa setiap saat dalam kehidupan seseorang penuh
dengan nikmat. Secara berkesinambungan, pada setiap saat, nikmat yang
tidak terhitung jumlahnya diberikan kepada kita seperti kehidupan,
kesehatan, kecerdasan, kesadaran, pancaindera, dan udara yang kita
hirup. Sudah seharusnya kita bersyukur atas setiap nikmat tersebut, satu
demi satu. Orang yang lalai dalam mengingat Allah dan merenungkan
bukti-bukti penciptaan-Nya tidak menyadari nilai nikmat mereka di saat
mereka memilikinya. Mereka tidak bersyukur dan mereka hanya mengerti
nilai nikmat-nikmat itu ketika semua diambil dari mereka.
Namun orang beriman
merenungkan betapa tidak berdayanya mereka dan betapa besar kebutuhan
mereka akan semua nikmat ini, sehingga mereka senantiasa bersyukur
kepada Allah atas nikmat tersebut. Orang beriman tidak hanya bersyukur
kepada Allah atas kesejahteraan, kekayaan, dan harta benda. Mereka
mengetahui bahwa Allah adalah Pemilik dan Penguasa segala hal. Mereka
bersyukur kepada Allah atas kesehatan, penampilan yang cantik,
pengetahuan, kecerdasan mereka, atas kecintaan mereka akan iman dan
kebencian mereka kepada kekafiran, atas kenyataan bahwa mereka berada di
jalan yang benar, atas keterlibatan mereka bersama orang-orang beriman
dengan sepenuhnya, atas pengertian, pemahaman dan pandangan mereka, dan
atas kekuatan fisik dan rohani mereka. Mereka segera bersyukur kepada
Allah saat mereka melihat pemandangan indah atau saat mereka mengatur
pekerjaan mereka dengan baik, saat mereka menerima sesuatu yang mereka
inginkan, mendengar ucapan yang baik, menyaksikan perbuatan kasih sayang
dan rasa hormat, dan segala macam nikmat yang terlalu banyak untuk
disebutkan. Mereka mengingat-Nya sebagai Yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang.
Jika orang beriman
menunjukkan dalam perbuatan baiknya bahwa nikmat yang telah dia terima
tidak akan membuatnya rakus, sombong dan tinggi hati, Allah akan
memberikan untuknya nikmat yang lebih banyak lagi. Pernyataan Allah
dalam Al Qur'an berbicara mengenai hal ini:
Dan (ingatlah
juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan, "Sesungguhnya jika kamu bersyukur,
pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari
(nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (QS Ibrahim, 14:7)
Pada
saat yang bersamaan, semua nikmat adalah bagian dari ujian duniawi bagi
manusia. Karena itu, orang-orang beriman, selain bersyukur, juga
menggunakan nikmat yang diberikan kepada mereka sebanyak mungkin dalam
melakukan pekerjaan yang baik. Mereka tidak mau menjadi kikir dan
menimbun kekayaan. Hal ini karena mengumpulkan dan menimbun harta adalah
sifat penghuni Neraka. Allah mengajak kita memperhatikan hal ini di
dalam Al Qur'an:
Sekali-kali tidak
dapat, sesungguhnya neraka itu adalah api yang bergolak, yang mengelupas
kulit kepala, yang memanggil orang yang membelakang dan yang berpaling
(dari agama), serta mengumpulkan (harta benda) lalu menyimpannya.
Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh-kesah lagi kikir. Apabila
ia ditimpa kesusahan ia berkeluh-kesah, dan apabila ia mendapat
kebaikan ia amat kikir. (QS Al Ma’arij, 70:15-21)
Sebagai jawaban atas
pertanyaan mengenai apa yang harus diinfakkan oleh manusia, Allah
menganjurkan agar kita memberikan “Yang lebih dari keperluan” (QS Al
Baqarah, 2:219). Merupakan tuntutan ajaran Al Qur'an agar orang beriman
menggunakan sebagian pendapatan mereka di luar kebutuhan mereka sendiri
untuk pekerjaan baik yang dituntun oleh Allah. Batas minimal secara
hukum dari pemberian itu adalah kewajiban zakat, yang ditagih oleh
penguasa atau pemimpin masyarakat untuk dibagikan kepada orang miskin
dan yang membutuhkan dan orang lainnya sebagaimana difirmankan oleh
Allah dalam ayat mengenai zakat. Memberikan lebih daripada itu bukanlah
merupakan kewajiban, namun sangat dianjurkan.
Ungkapan syukur orang
beriman akan nikmat mereka dengan menggunakan nikmat yang telah
dikaruniakan oleh Allah kepada mereka pastilah demi meraih ridha-Nya.
Orang beriman bertanggung jawab atas penggunaan apa yang telah diberikan
kepadanya dalam melakukan amal saleh yang telah diperintahkan oleh
Allah. Bersamaan dengan sarana materi yang telah Allah berikan kepada
mereka, orang beriman menggunakan raganya untuk mendapatkan ridha Allah
dan untuk bekerja di jalan-Nya. Dengan demikian ia berharap meraih ridha
dan ampunan Allah dan menggapai nikmat yang tiada akhir di Surga:
Sesungguhnya Allah
telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan
memberikan surga untuk mereka... (QS At Taubah, 9:111)
Masyarakat yang
terdiri dari orang-orang yang hidup sesuai dengan ajaran Al Qur'an dan
Sunnah Rasulullah SAW melalui pembayaran zakat dan tindakan memberi
dengan ikhlas akan mengentaskan kekerasan, perselisihan, pencurian, dan
tindakan kriminal buruk lainnya yang disebabkan oleh kemiskinan,
kelaparan, kekurangan, dan persoalan lain semacam itu. Dengan jalan ini
dan kehendak Allah, kedamaian pikiran dan kesejahteraan akan mencapai
tingkatan tertinggi.
Sikap terhadap Keindahan
Karena
kesejahteraan, keindahan, dan kecantikan adalah sifat dari Surga,
tiruan hal tersebut di dunia akan mengingatkan manusia akan Surga. Hal
tersebut meningkatkan hasrat dan keinginan besar orang beriman untuk
meraihnya. Namun orang yang tidak beriman merasa cukup dengan hal itu di
dunia, dan tidak tertarik dengan kehidupan setelah mati.
Segalanya—sungai yang
mengalir tiada henti, tempat-tempat berpemandangan indah, taman-taman
dengan warna yang menakjubkan, kecantikan manusia, perpaduan keindahan
dan karya seni yang menakjubkan—semuanya adalah nikmat dan kesenangan
dari Allah untuk manusia. Dalam tiap nikmat tersebut dalam kehidupan
dunia ini terdapat petunjuk mengenai ciptaan Allah. Orang beriman akan
memandang semua keindahan di dunia ini sebagai bayangan dari yang sejati
(di Surga), dan sebagai contoh dan pengumuman kabar gembira.
Dan sampaikanlah kabar
gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka
disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap
mereka diberi rezeki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka
mengatakan, "Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu." Mereka
diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada
isteri-isteri yang suci, dan mereka kekal di dalamnya. (QS Al Baqarah,
2:25)
However much the blessings in the afterlife resemble those in the world, they are superior to earthly blessings in their reality and in being eternal. Allah has created a perfect Garden endowed with numerous blessings. A person with the values taught by the Qur'an will ponder the creation and excellence of the Garden in everything he sees. When he looks at the sky, he will think of "a Garden as wide as the heavens and the earth" (Surah Al 'Imran: 133); when he sees beautiful houses, he will think of "lofty chambers in the Garden, with rivers flowing under them", (Surat al-'Ankabut: 58); when he sees dazzling jewels, he will think of the adornments of Garden "gold bracelets and pearls" (Surah Fatir: 33); when he sees stylish and attractive clothing, he will think of the clothing of the Garden made of "the finest silk and rich brocade" (Surat al-Kahf: 31); when he tastes delicious food and drink, he will think of the "rivers of water which will never spoil and rivers of milk whose taste will never change and rivers of wine, delightful to all who drink it, and rivers of honey of undiluted purity" (Surah Muhammad: 15) in the Garden; when he sees attractive gardens, he will think of the Garden "of deep viridian green" (Surat ar-Rahman: 64); when he sees attractive furniture, he will think of the "sumptuous woven couches" (Surat al-Waqi'a:15) in the Garden.
Sekalipun begitu,
banyak nikmat pada kehidupan di akhirat mempunyai kemiripan dengan yang
ada di dunia. Nikmat tersebut jauh lebih besar daripada nikmat di dunia
dalam hal kesejatian dan sifatnya yang kekal. Allah telah menciptakan
Surga yang sempurna disertai dengan nikmat yang sangat banyak. Dengan
nilai-nilai yang diajarkan oleh Al Qur'an, seseorang akan merenungkan
penciptaan dan kehebatan Surga dalam segala hal yang dia lihat di dunia.
Ketika melihat ke langit, dia akan berpikir “surga yang luasnya seluas
langit dan bumi” (QS Ali ‘Imran, 3:133). Ketika dia melihat rumah yang
indah, dia akan memikirkan “tempat-tempat yang tinggi di dalam syurga,
yang mengalir sungai-sungai di bawahnya” (QS Al ‘Ankabut, 29:58). Ketika
dia melihat perhiasan yang berkilauan, dia akan memikirkan hiasan di
Surga ”gelang-gelang dari emas, dan mutiara” (QS Fatir, 35:33). Ketika
dia melihat pakaian yang indah dan menarik, dia akan memikirkan pakaian
di Surga yang terbuat dari “sutera halus dan sutera tebal” (QS Al Kahfi,
18:31). Ketika dia merasakan makanan dan minuman yang lezat, dia akan
memikirkan “sungai-sungai dari air yang tidak berubah rasa dan baunya,
sungai-sungai dari air susu yang tidak berubah rasanya, sungai-sungai
dari khamar yang lezat rasanya bagi peminumnya, dan sungai-sungai dari
madu yang disaring.” (QS Muhammad, 47:15) di Surga. Ketika dia melihat
taman yang menarik, dia akan memikirkan Surga “(kelihatan) hijau tua
warnanya” (QS Ar Rahman, 55:64). Ketika dia melihat perlengkapan rumah
yang menarik, dia akan memikirkan “dipan yang bertahta emas dan permata”
(QS Al Waqi’ah, 56:15) di Surga.
Alasan cara berpikir
seperti ini adalah, bahwa semua hal yang indah di dunia ini bagi orang
beriman merupakan sumber kebahagiaan yang sangat besar dan kesempatan
untuk kebaikan, terlepas dari dia memiliki nikmat tersebut atau tidak.
Pada saat yang bersamaan, nikmat itu merupakan sumber kebahagiaan
penting yang akan meningkatkan kerinduan akan Surga dan usaha untuk
meraihnya.
Orang
beriman yang hidup sesuai dengan ajaran Al Qur'an tidak akan iri atau
marah ketika melihat seseorang lebih kaya atau lebih menarik
daripadanya. Sebagai contoh, tidak seperti kebanyakan orang, dia tidak
akan menyesali bahwa dia tidak memiliki rumah yang indah, karena salah
satu tujuan dasar dari kehidupan orang beriman adalah untuk meraih yang
tidak sementara, melainkan keindahan yang abadi. Kampung halamannya yang
sesungguhnya adalah Surga. Allah mengajak kita untuk memperhatikan hal
ini dalam Al Qur'an:
Tuhan mereka
menggembirakan mereka dengan memberikan rahmat dari-Nya, ridha dan
surga; mereka memperoleh di dalamnya kesenangan yang kekal. (QS At
Taubah, 9:21)
Orang yang menghindari
ajaran Al Qur'an tidak menghiraukan kenyataan bahwa kampung halaman
mereka sesungguhnya adalah Surga, sehingga mereka demikian bernafsu dan
lekat dengan kesenangan yang tidak kekal di dunia ini. Tujuan mendasar
mereka adalah: menjadi pusat perhatian dan kekaguman, dihormati dan
dipentingkan karena kemampuan mereka, meningkatkan kekayaan materi
mereka dan menjalani hidup yang indah. Sepanjang hidup mereka, mereka
terus mengejar nilai-nilai dunia yang sifatnya sementara, tidak penting,
dan menipu. Melihat hal-hal baik yang tidak mereka miliki hanya akan
meningkatkan kedengkian, keserakahan, dan kesedihan mereka. Misalnya,
mereka tidak senang berada di rumah yang indah yang bukan milik mereka.
Benak mereka dipenuhi dengan pertanyaan semacam ini, “Mengapa aku tidak
sekaya ini?” dan “Mengapa aku tidak memiliki rumah indah seperti ini?”
Bagi orang-orang ini, hal-hal yang indah di dunia biasanya menjadi
sumber kegelisahan, karena untuk bisa menikmati kesenangan dari hal-hal
yang indah, mereka berpikir bahwa mereka harus memilikinya.
Sebaliknya,
orang yang hidup sesuai ajaran Al Qur'an mengetahui bagaimana
menghargai hal yang indah, terlepas dari mereka memilikinya atau tidak.
Misalnya, seseorang yang memiliki kesadaran akan iman mungkin (sebagai
bagian ujian untuknya dari Allah di dunia ini) tidak akan tinggal di
lingkungan mewah, bahkan mungkin tidak pernah melihatnya sama sekali.
Tetapi dia menyadari bahwa ada alasan yang jelas akan keadaannya. Orang
beriman tahu bahwa dia tidak harus pergi ke tempat semacam itu untuk
melihat keindahan ciptaan Allah. Dengan pandangan dan pemahamannya yang
istimewa ini, orang beriman akan memperhatikan keindahan penciptaan
Allah yang tiada tara di setiap tempat dan setiap saat. Keindahan
bintang di malam hari dan keindahan tiada tara, warna dan rancangan
setangkai mawar adalah dua contoh yang dapat dilihat dan dikagumi setiap
orang setiap hari.
Seperti yang sudah
kita bahas, kerinduan yang dirasakan oleh orang beriman akan Surga
menyebabkan mereka mengubah lingkungan mereka menjadi tempat yang
mengingatkan mereka akan Surga. Tentu saja Surga merupakan hasil
pekerjaan seni yang jauh lebih besar daripada apa yang bisa dibayangkan
manusia, dengan pemandangan sempurna dan keindahan yang tidak dapat
dibayangkan oleh seorang pun di dunia ini. Namun seorang Muslim yang
hidup sesuai dengan ajaran Al Qur'an akan menggunakan semua yang
dimilikinya untuk memperindah lingkungan sekelilingnya. Kita mempelajari
dari Al Qur'an bahwa halaman istana Nabi Sulaiman diberi ubin kaca (QS
An Naml, 27:44) dan rumahnya dihiasi dengan ukiran dan patung-patung,
perlengkapan dapur yang besar seperti penampung air dan kuali masak yang
dibuat sangat besar (QS Saba’, 34:13). Dalam Al Qur'an, Allah juga
berfirman bahwa keluarga Ibrahim AS diberikan sebuah kerajaan yang luas
(QS An Nisa’, 4:54)
Dengan jabatan yang
tinggi, dan terkadang kekayaan dan kekuasaan yang sangat besar yang
telah diberikan kepada mereka, para rasul Allah menggunakan semua nikmat
mereka sebagaimana yang dituntun oleh Allah dan sesuai dengan
kehendak-Nya. Karena itu, Allah memuji mereka dalam Al Qur'an. Orang
beriman menjadikan semua nabi sebagai teladan dan berusaha—sebagaimana
yang dilakukan oleh para wali (orang yang dekat dengan Allah)—untuk
menggunakan nikmat yang datang kepada mereka untuk meraih ridha Allah.
Tanggapan terhadap Kejadian yang Tampak Buruk
Berbagai
macam kesulitan dapat terjadi pada seseorang sepanjang hari. Namun apa
pun kesulitan yang mungkin dia jumpai, orang beriman menempatkan dirinya
dalam genggaman Allah dan berpikir, “Allah menguji kita dalam segala
yang kita lakukan dan pikirkan di kehidupan dunia ini. Ini merupakan
kenyataan penting yang tidak boleh lepas dari pandangan kita. Maka,
ketika kita menghadapi kesulitan dalam apa pun yang kita kerjakan, atau
berpikir bahwa keadaan tidak berjalan dengan baik, kita tidak boleh
pernah lupa bahwa Allah menempatkan kesulitan di jalan kita dalam rangka
menguji tanggapan kita.”
Dalam Al Qur'an, Allah berfirman bahwa setiap kesulitan yang ditemui seseorang berasal dari-Nya:
Katakanlah,
"Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan
Allah untuk kami. Dia-lah Pelindung kami, dan hanya kepada Allah
orang-orang yang beriman harus bertawakal." (QS At Taubah, 9:51)
Semua yang kita jumpai
dalam pengalaman kita telah ditetapkan oleh Allah dan bermanfaat bagi
orang beriman di dunia ini dan di dunia yang akan datang. Hal ini jelas
bagi setiap orang yang memperhatikan dengan iman (Untuk lengkapnya,
lihat Harun Yahya: Seeing Good in All (Melihat Kebaikan dalam Segala
Hal), Islamic Book Service, 2003). Misalnya, ada banyak manfaat di saat
orang beriman kehilangan harta yang dia cintai. Dari luar, hal ini
tampak seperti kemalangan. Namun ini dapat menjadi sarana agar seorang
beriman dapat melihat kesalahannya, meningkatkan kewaspadaannya, dan
menyadari bahwa dia harus lebih berhati-hati di tempat-tempat tertentu.
Manfaat lain dari kemalangan semacam ini adalah mengingatkan seseorang
bahwa dia tidak memiliki apa pun; bahwa pemilik segala sesuatu adalah
Allah.
Hal
ini berlaku dalam setiap hal, besar atau kecil, yang terjadi dalam
kehidupan sehari-hari. Misalnya, sebagai akibat kesalahpahaman atau
kelalaian seseorang, pembayaran mungkin dilakukan secara keliru.
Pekerjaan yang telah dengan susah payah dilakukan selama berjam-jam
mungkin hilang dalam sekejap karena putusnya aliran listrik. Seorang
pelajar sakit dan tidak bisa mengikuti ujian masuk universitas, padahal
dia telah menghabiskan begitu banyak waktu untuk mempersiapkan dirinya.
Dokumen tidak pernah diselesaikan, sehingga menyebabkan penundaan.
Seseorang yang memiliki janji penting di suatu tempat mungkin
ketinggalan bis atau pesawat… Semua itu adalah macam peristiwa yang
dapat terjadi dalam kehidupan seseorang dan itu tampak seolah kemunduran
yang sulit diselesaikan.
Namun terdapat banyak
keindahan dalam peristiwa-peristiwa ini dari sudut pandang orang yang
beriman. Di atas itu semua, orang beriman menyimpan di benaknya bahwa
Allah menguji perbuatan dan keteguhannya, bahwa dia akan mati dan adalah
buang-buang waktu saja jika terus berdiam diri dalam kesulitan
tersebut, karena perhatiannya adalah pada kehidupan setelah mati. Dia
mengetahui bahwa ada benang merah dalam semua hal yang terjadi. Dia
tidak pernah kehilangan semangat. Dia berdoa agar Allah membuat
pekerjaannya menjadi mudah dan membuat segalanya berubah menjadi baik.
Dan kemudahan datang setelah kesulitan, dia bersyukur kepada Allah bahwa
Dia telah menerima dan mengabulkan doanya.
Seseorang
yang memulai harinya dengan pikiran semacam itu tidak akan mudah
kehilangan harapan walau apa pun yang terjadi atau menjadi khawatir,
ketakutan, atau merasa putus asa. Jika dia lupa sesaat, dia akan segera
ingat lagi dan kembali kepada Allah. Dia tahu bahwa Allah menciptakan
semua ini untuk maksud yang baik dan bermanfaat. Dan dia tidak akan
berpikir demikian hanya jika sesuatu yang gawat akan segera menimpanya.
Sebaliknya, seperti yang telah kita bahas sebelumnya, dalam segala hal,
baik besar maupun kecil yang terjadi kepada dirinya dalam kehidupan
sehari-hari.
Misalnya, pikirkanlah
seseorang yang tidak membuat kemajuan seperti yang diinginkan dalam
sebuah pekerjaan penting. Pada menit terakhir, tepat di saat dia akan
segera menyelesaikannya, dia menemui sebuah masalah serius. Orang
tersebut terbakar dalam kemarahan, menjadi gelisah dan menderita dan
melakukan tanggapan buruk lainnya. Sebaliknya, seseorang yang percaya
bahwa ada kebaikan dalam setiap hal, akan mencoba menemukan apa yang
ditunjukkan oleh Allah kepadanya melalui peristiwa ini. Dia mungkin
berpikir bahwa Allah mengajaknya memikirkan hal ini agar dia lebih
berhati-hati dalam masalah ini. Dia akan melakukan semua tindakan
pencegahan yang dibutuhkan dan dia akan bersyukur kepada Allah bahwa dia
mungkin telah dihindarkan dari kerusakan yang lebih besar melalui
tindakan ini.
Apabila dia
ketinggalan bis dalam perjalanannya ke suatu tempat, dia akan berpikir
bahwa dengan keterlambatan atau tidak naik ke dalam bis tersebut, dia
mungkin terhindar dari kecelakaan atau malapetaka. Ini hanyalah beberapa
contoh. Dia akan berpikir bahwa terdapat banyak alasan tersembunyi
semacam ini lainnya. Contoh-contoh ini dapat berkali-kali ditemui dalam
kehidupan sehari-hari seseorang. Tetapi hal yang penting adalah: rencana
seseorang mungkin tidak selalu terwujud sesuai dengan yang dia
inginkan. Dia mungkin menemukan dirinya dalam lingkungan yang
benar-benar berbeda dengan yang dia rencanakan. Namun hal itu justru
bermanfaat bagi orang yang menempatkan dirinya dalam genggaman Allah,
sehingga dia mencoba untuk menemukan tujuan Allah atas segala hal yang
terjadi padanya. Dalam Al Qur'an, Allah menerangkan sebagai berikut:
…Boleh jadi kamu
membenci sesuatu, padahal itu amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula)
kamu menyukai sesuatu, padahal itu amat buruk bagimu. Allah mengetahui,
sedang kamu tidak mengetahui. (QS Al Baqarah, 2:216)
Seperti firman Allah,
kita tidak tahu mana yang bermanfaat atau berbahaya; tetapi Allah tahu.
Kita harus bersahabat dan berserah diri kepada Allah, Yang Maha Pengasih
dan Maha Penyayang.
Dalam kehidupan dunia
ini, manusia dapat kehilangan semua yang dimilikinya dalam sekejap. Dia
dapat kehilangan rumahnya dalam kebakaran, modal yang ditanamnya dalam
krisis ekonomi, atau benda berharganya karena kecelakaan. Allah
berfirman dalam Al Qur'an bahwa manusia akan mengalami ujian semacam
ini:
Dan sungguh akan
Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan,
kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira
kepada orang-orang yang sabar. (QS Al Baqarah, 2:155)
Allah memberitahu
manusia bahwa mereka akan mengalami berbagai macam ujian dan mereka akan
menerima balasan atas kesabaran mereka dalam keadaan sulit. Misalnya,
seseorang kehilangan sesuatu yang dia miliki dan tidak dapat
menemukannya. Kesabaran yang digambarkan oleh Allah dalam Al Qur'an
adalah ketika seseorang menempatkan dirinya sepenuhnya dalam kuasa Allah
dan berserah diri kepada kehendak-Nya, semenjak dia mengetahui bahwa
harta bendanya, besar ataupun kecil, telah hilang. Dia tidak tergelincir
dari kenyataan bahwa Allah telah menciptakan segalanya dan dia tidak
membiarkan sikap dan tingkah lakunya menjadi kehilangan keseimbangan.
Seseorang mungkin
menderita kehilangan yang bahkan lebih buruk lagi dalam satu hari.
Misalnya jika seseorang kehilangan sumber nafkah tempat dia menghabiskan
sebagian besar harinya untuk memenuhi kebutuhannya. Kehilangan seperti
ini sangat serius bagi orang yang percaya bahwa masa depannya bergantung
pada hal itu. Banyak orang yang dibesarkan dari masa kecil mereka
dengan gagasan untuk meraih pekerjaan yang baik. Mereka menghabiskan
setiap saat dalam hidup mereka menginginkan pekerjaan yang lebih baik
atau kemajuan dan peningkatan jabatan dalam pekerjaan yang mereka
miliki. Maka, jika mereka kehilangan pekerjaan mereka, hari-hari mereka
akan dipenuhi dengan kemurungan dan kegelisahan, dan hidup mereka,
seperti kata pepatah, sudah berada di bawah roda kehidupan.
Di lain pihak, orang
beriman tahu bahwa adalah Allah-lah Yang memberinya keperluan
sehari-harinya dan bahwa sumber nafkahnya adalah untuk tujuan ini
semata-mata. Dengan kata lain, bagi orang beriman, nikmat yang Allah
telah berikan kepadanya hanyalah sebuah sarana. Untuk itu, bila orang
beriman kehilangan sumber nafkahnya, dia akan menerima kenyataan itu
dengan kesabaran dan berserah diri. Dalam keadaan semacam itu, dia akan
bersabar dan berdoa dan menempatkan dirinya dalam kuasa Allah. Dia tidak
pernah lupa bahwa Allah memberikan keperluan sehari-harinya dan Dia
dapat mencabutnya kapan saja Dia kehendaki.
Seseorang yang
menjadikan Al Qur'an sebagai pedoman akan segera mengendalikan pikiran
dan tindakannya jika dia kehilangan sumber nafkah, menderita kesakitan,
tidak mampu belajar di sekolah pilihannya, atau keadaan serupa itu. Dia
akan memikirkan apakah tingkah lakunya membuat Allah ridha dan pikiran
sebagai berikut mungkin ada di dalam benaknya:
- Apakah saya telah cukup bersyukur atas benda, harta, dan kekayaan yang telah hilang?
- Apakah saya bersikap buruk dan tidak berterima kasih atas nikmat yang telah diberikan?
- Apakah saya lupa akan Allah dan kehidupan setelah mati, terlalu lekat dengan harta benda dan kekayaan saya?
- Apakah saya tinggi
hati dan sombong karena kekayaan saya dan apakah saya menjauhkan diri
dari jalan Allah dan ajaran Al Qur'an?
- Apakah saya berusaha
agar dikagumi oleh orang lain, bukannya mencari ridha Allah, atau
mencari jalan untuk memuaskan harapan dan keinginan saya sendiri?
Orang yang beriman
akan memberikan jawaban yang jujur dan ikhlas atas semua pertanyaan itu.
Berdasarkan jawaban tersebut, dia akan mencoba memperbaiki tingkah laku
yang tidak disenangi Allah dan berdoa agar Allah menolongnya untuk
melakukan itu. Dia akan mendekatkan diri kepada Allah dengan segala
keikhlasan. Dia akan berlindung kepada Allah dari segala kesalahan yang
pernah dia perbuat, dari kelalaian dan kecerobohan. Dalam Al Qur'an,
Allah menjelaskan cara orang yang beriman dalam berdoa:
"…Ya Tuhan kami,
janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami bersalah. Ya Tuhan
kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana
Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami,
janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami pikul.
Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah
Penolong kami..." (QS Al Baqarah, 2:286)
Pada saat sedang
diuji, seseorang mungkin menderita banyak kehilangan secara beruntun.
Namun orang yang kuat imannya mengetahui bahwa ada alasan dari apa yang
dideritanya. Salah satu hal terpenting dari alasan itu adalah latihan
rohani yang datang bersamaan dengan kesulitan:
…Allah menimpakan
atas kamu kesedihan atas kesedihan, supaya kamu jangan bersedih hati
terhadap apa yang luput darimu dan terhadap apa yang menimpamu. Allah
Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS Ali ‘Imran, 3:153)
Tiada suatu
bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri,
melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami
menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.
(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita
terhadap apa yang luput darimu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira
terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai
setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri. (QS Al Hadid,
57:22-23)
Bagi orang beriman,
keadaan sulit yang datang berturut-turut sepanjang hari itu adalah
sarana baginya untuk ingat bahwa dia sedang dalam suatu tempat ujian
untuk menjadi lebih dekat kepada Allah, untuk dewasa, dan untuk memeluk
ajaran Al Qur'an. Dia sadar bahwa Allah sedang melatihnya dengan jalan
ini dan mempersiapkannya untuk nikmat tiada akhir di kehidupan yang akan
datang.
Sikap terhadap Penyakit
Seseorang
yang sadar akan imannya akan bersabar dan menempatkan dirinya dalam
kehendak Allah kapan pun dia sakit, karena dia menyadari bahwa
penyakitnya adalah ujian dari Allah, seperti sadarnya dia bahwa
kesehatannya adalah ujian dari Allah. Dia menyadari bahwa cobaan dan
kesakitan adalah ujian dari Allah seperti halnya kesejahteraan,
kemakmuran, dan kemudahan. Dan memang, kemudahan justru merupakan cobaan
yang lebih serius dan sulit. Karena itu, bagaimanapun kesulitan yang
dihadapinya, dia akan sabar dan terus berdoa dalam keikhlasan kepada
Allah. Dia tahu bahwa adalah Allah Yang menciptakan penyakit dan dengan
demikian adalah Allah Yang akan memberikan kesembuhan. Dalam Al Qur'an,
Allah memuji kesabaran orang beriman selama sakit dan menempatkannya
dalam sifat “pengabdian yang sebenarnya”
…akan tetapi
sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian,
malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang
dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin,
musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang
meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan sholat, dan
menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia
berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan
dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan
mereka itulah orang-orang yang bertakwa. (QS Al Baqarah, 2:177)
Di
samping bersabar, orang beriman juga menjalani perawatan yang
diperlukan untuk membuatnya pulih kembali. Dia tidak akan
membesar-besarkan apa yang dialaminya atau bersifat kekanak-kanakan
untuk menarik perhatian orang di sekelilingnya. Dia akan secara sadar
menjalani perawatan dan meminum obat yang disarankan untuk penyakitnya.
Perilaku ini sesungguhnya menjadi doa kepada Allah. Pada saat yang
bersamaan dan sebagai hasil dari hidup sesuai dengan ajaran Al Qur'an,
dia berdoa terus-menerus agar Allah akan menolong dan menyembuhkannya.
Dalam Al Qur'an, Allah menjadikan Ayyub AS sebagai contoh atas sikap
iman ini:
Dan (ingatlah
kisah) Ayyub, ketika ia menyeru Tuhannya, "(Ya Tuhanku), sesungguhnya
aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang
di antara semua penyayang". (QS Al Anbiya’, 21:83)
Harus dikatakan bahwa
semua obat yang diminum adalah sarana menuju kesembuhan. Jika Allah
menghendaki, Dia akan menjadikan perawatan tersebut sebagai sarana
penyembuhan. Adalah Allah Yang menciptakan sarana kesehatan yang
digunakan dalam pengobatan—mikroorganisme, binatang, dan bahan
tumbuhan—yang digunakan dalam campuran obat-obatan. Singkatnya, hanya
Allah Yang menciptakan kesembuhan. Dalam Al Qur'an, Allah mengajak kita
memperhatikan hal ini melalui apa yang dikatakan oleh Ibrahim AS:
“… dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku” (QS Ash Syu’ara’, 26:80)
Akan tetapi, anggota
masyarakat kafir akan segera menentang Allah di saat mereka jatuh sakit.
Mereka berperilaku berlawanan dengan kenyataan ayat tersebut saat
mereka berkata, “Mengapa hal seperti ini terjadi padaku?” Orang yang
berpikir dengan cara ini, tidak mungkin dapat menempatkan dirinya dalam
kehendak Allah selama sakit atau menganggapnya sebagai sebuah manfaat.
Sebaliknya, orang yang
beriman merenungkan alasan penyakit mereka dan menganggap itu sebagai
sebuah kesempatan yang baik untuk mendekatkan diri kepada Allah. Sekali
lagi mereka menjadi mengerti akan besarnya nikmat kesehatan dan betapa
tidak berdayanya manusia. Bahkan penyakit yang biasa seperti flu dapat
membaringkan orang di atas tempat tidur. Dalam keadaan ini, bagaimanapun
berkuasanya, terhormatnya, atau kayanya seseorang, tidak akan berdaya
dan harus beristirahat dan meminum obat. Dalam keadaan ini, kita
menyadari betapa kita sangat membutuhkan Allah, dan penyakit adalah
sarana bagi kita untuk mengingat nama Allah dan mendekatkan diri
kepada-Nya. Dan bagi orang beriman, setiap penyakit adalah peringatan
bahwa dunia adalah sementara dan kematian dan akhirat adalah sangat
dekat.
0 komentar
Posting Komentar
Komentar Anda Mendukung Perkembangan Blog Ini